Hal yang paling utama dari revisi UU ITE tersebut menurut politisi Partai Demokrat ini adalah mengembalikan marwah UU ITE kembali pada penggunaannya ke soal-soal teknologi informasi.
Sejak disepakati dan disahkan pada 27 Oktober 2016 lalu, revisi UU ITE No.11/2018 sudah mulai berlaku hari ini. Revisi tersebut memuat tujuh pasal yang dinilai cukup krusial.
Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin menyatakan revisi diperlukan karena banyaknya pasal karet dan tidak berkeadilan serta multitafsir dalam UU ITE.
Fraksi PAN DPR RI memberikan catatan khusus kepada pemerintah soal rencana melakukan revisi UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Polri harus selektif dalam menerima laporan masyarakat terkait dengan dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ada sejumlah mekanisme yang harus ditempuh jika ingin memasukkan revisi UU nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.
Anggota Komisi III DPR RI Rudy Mas’ud menyarankan kepada Kapolri untuk menyiapkan pedoman dalam pelaksanaan penegakan hukum sebelum Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) selesai direvisi.
pemerintah kerap dianggap menggunakan UU ITE tersebut untuk melakukan pengendalian informasi dan senjata untuk menentang kebebasan berekspresi.
Guspardi meminta pemerintah untuk segera mengajukan usulan revisi UU ITE kepada DPR agar dibahas secara bersama.
Filosofi dan tujuan dibuatnya UU Nomor 11 Tahun 2008 jo UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) harus dikembalikan pada niat awal pembentukannya.